Makalah oleh : Syarifah Zainab
- Latar Belakang
Filsafat lahir di Yunani pada abad ke-6 sebelum Masehi. Bagi
masyarakat Yunani, filsafat bukan merupakan sebuah cabang ilmu pengetahuan
seperti ilmu-ilmu pada umumnya. Bagi bangsa Yunani, filsafat adalah merupakan
sesuatu yang meliputi segala pengetahuan ilmiah. Yunani merupakan tempat awal
munculnya pemikiran ilmiah, sehingga dapat dikatakan bahwa Yunani adalah tempat
dimana filsafat dan ilmu pengetahuan lahir. Untuk dapat lebih dimengerti, akan
dijelaskan latar belakang munculnya filsafat di negeri Yunani berdasarkan ciri
khas kebudayaannya.
a.
Mencari kebijaksaan
Kata “filsafat” dan “filsuf” berasal dari bahasa Yunani,
philosophia dan philosophos, yang berarti pencinta kebijaksanaan. Nama filsuf
pertama kalinya dipergunakan oleh Pythagoras. Tetapi kesaksian sejarah banyak
tercampur dengan legenda-legenda sehingga seringkali kebenaran menjadi sulit
dibedakan. Demikian juga dengan pernyataan di atas, bahwa Pythagoras-lah yang
telah merumuskan sebutan tersebut. Hal yang pasti adalah bahwa nama filsafat
dan filsuf sudah digunakan pada masa
Sokrates dan Plato (abad ke-5 SM). Dalam dialog Plato yang berjudul Phaidros terdapat kalimat : “Nama ‘orang
bijaksana’ terlalu luhur untuk memanggil seorang manusia dan lebih cocok untuk
Tuhan. Lebih baik ia dipanggil philosophos,
pencinta kebijaksanaan. Nama ini lebih sesuai dengan makhluk insani”.
Dari perkataan tersebut, Plato menunjukkan suatu aspek
penting dari istilah philosophia.
Menurut pandangan Yunani, seorang yang memiliki kebijaksanaan, sudah melebihi
kemampuan insani. Orang seperti itu telah melangkahi batas-batas yang
ditentukan untuk nasibnya sebagai manusia. Memiliki kebijaksanaan berarti
mencapai suatu status adimanusiawi. Hal tersebut sama saja dengan rasa sombong
yang selalu ditakuti dan dihindari orang-orang Yunani. Manusia harus
menghormati batas-batas yang berlaku bagi status insaninya. Karena ia hanya
seorang manusia, bukan Tuhan. Ia harus puas dengan mengasihi kebijaksanaan,
mencari dan mengejar kebijaksanaan tersebut. Namun tugas seperti itu tidak akan
pernah selesai dan kebijaksanaan tidak akan pernah menjadi milik seseorang
secara komplit dan definitif. Karena alasan tersebut maka orang Yunani memilih
nama “filsafat” dan “filsuf”.
b.
Peristiwa ajaib
Munculnya filsafat di Yunani dapat dikatakan merupakan
sebuah peristiwa yang ajaib, karena tidak ada alasan-alasan yang dapat diterima
atau alasan-alasan yang dapat memuaskan untuk menjelaskan kejadian tersebut.
Namun, ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan hal tersebut, yaitu :
-
Mitologi. Mitologi merupakan perintis munculnya
filsafat. Mite-mite memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul
dalam hati manusia. Misalnya, dari mana dunia ini? Bagaimana kejadian-kejadian
dalam alam? Dan sebagainya. Melalui mite-mite manusia mencari penjelasan
tentang asal-usul alam semesta dan tentang kejadian-kejadian yang berlangsung
di dalamnya. Mite yang mencari keterangan tentang asal usul alam semesta
disebut sebagai mite kosmogonis. Sedangkan mite yang mencari keterangan tentang
asal usul serta sifat kejadian-kejadian dalam alam semesta disebut dengan mite
kosmologis. Dalam mite-mite yang diceritakan oleh rakyat tersebut, bangsa
Yunani berusaha menyusunnya menjadi menjadi suatu yang sistematis. Dalam usaha
tersebut, maka hal tersebut sudah memperlihatkan bahwa bangsa Yunani memiliki
sifat rasional.
-
Kesusastraan Yunani. Kesusastraan meliputi puisi-puisi,
syair-syair, teka-teki, dongeng-dongeng, dan lain sebagainya. Syair-syair dan
bentuk sastra lainnya tersebut banyak digunakan sebagai buku pendidikan untuk
rakyat Yunani.
-
Pengaruh ilmu pengetahuan. Banyak ilmu yang pada masa
itu sudah ada di Timur Kuno. Yunani banyak memperoleh unsur-unsur ilmu dari
negara tersebut. Kemudian bangsa Yunani mengolah unsur-unsur tersebut dengan
cara-cara yang tidak pernah terduga oleh bangsa Mesir dan Babylonia.
Pada bangsa Yunani ilmu pengetahuan kemudian mendapat corak yang benar-benar
ilmiah. Di negeri Yunani, ilmu pasti, astronomi dan ilmu pengetahuan pada
umumnya mulai dipraktekkan demi ilmu pengetahuan itu sendiri, bukan demi
keuntungan yang letaknya di luar ilmu pengetahuan itu sendiri. Mereka mulai
mempelajari ilmu pengetahuan dengan tidak mencari untung atau melakukannya
tanpa pamrih. Sedang pada bangsa Timur Kuno, ilmu pengetahuan dipraktekkan dalam
istana-istana atas perintah dan di bawah pengawasan para raja.
c.
Mythos dan logos
Filsuf pertama menerima objek penyelidikannya dari
mitologi, yaitu alam semesta dan kejadian-kejadian yang setiap orang dapat
menyaksikan segala yang ada di dalamnya. Pada abad ke-6, mulai berkembang suatu
pendekatan yang sangat berbeda. Sejak saat itu orang mulai mencari
jawaban-jawaban rasional tentang masalah-masalah yang terjadi dalam alam
semesta. Logos (akal budi, rasio) menggantikan mythos, kemudian lahirlah
filsafat. Arti dari logos dalam hal ini memiliki makna lebih luas dari sekedar
kata rasio. Logos memiliki arti baik kata (tuturan, bahasa) maupun juga rasio.
Tetapi, apabila bertentangan dengan mythos, maka hal tersebut diterjemahkan
sebagai logos dalam artian rasio.
d.
Sifat-sifat bangsa Yunani
-
Dari segi geografis. Daratan Yunani sebagian besar
terdiri dari pegunungan yang gundul dan kurang sekali tanah yang dapat diolah.
Itulah sebabnya orang Yunani, karena situasi geografis negeri mereka menjadi
pelaut yang pandai. Apabila jumlah penduduk bertambah terlalu besar, sebagian terpaksa
merantau ke daerah lain.
-
Dari segi politik-sosial. Bangsa Yunani selalu
menyadari bahwa mereka berbeda dengan bangsa lain. Mereka tidak menyukai
kekerasan, seperti bangsa Mesir dan Babylonia.
Mereka menganggap bangsa tersebut terlalu asing dan keran sehingga bangsa
Yunani menyebut mereka sebagai orang-orang Barbaros. Maksud kata Barbaros
disini adalah seorang yang asing yang tidak dapat berbahasa Yunani. Namun dalam
hal karya-karya seni, orang Yunani tidak pernah membedakan bangsa yang berbeda
tersebut untuk mengagumi keindahan sebuah seni yang memiliki mutu tinggi.
Bangsa Yunani tidak menyukai pola pemerintahan Timur Kuno yang bergantung
kepada Raja.
Orang Yunani hidup dalam polis,
yang berarti suatu rakyat yang hidup di negara kecil atau sebuah negara kota. Polis muncul
sebagai suatu bentuk kemasyarakatan baru antara abad ke-8 dan ke-7 Sebelum
Masehi. Polis ini cepat sekali berkembang sehingga tidak lama kemudian negeri
Yunani terdiri dari ratusan negara-kota. Permukaan tanah polistidak besar.
Suatu polis terdiri dari satu kota
dan beberapa desa. Polis merupakan pusat segala kegiatan ekonomi, sosial,
politik dan religius. Pada akhirnya polis menciptakan suatu iklim yang
mempermudah munculnya sikap ilmiah. Dari polis ini kemudian logos mendapat
kedudukan istimewa dalam masyarakat Yunani. Suasana umum atau terbuka pun
menandai kehidupan sosial di negeri Yunani. Terakhir, dampak polis ini
mengakibatkan semua warga negara menjadi sederajat. Tiap warga negara
berkesempatan memainkan peranan dalam urusan kenegaraan, peperangan ataupun
berkaitan dengan bakat masyarakatnya.
-
Dari segi kultural. Bangsa yang menciptakan filsafat
dan ilmu pengetahuan, juga menghasilkan karya-karya seni yang mengagumkan. Ciptaan-ciptaan
artistik Yunani memperlihatkan suatu suasana yang rasional karena ditandai oleh
keseimbangan dan keselarasan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah
kesenian. Ciri khas kesenian Yunani adalah harmoni. Kemudian, struktur bahasa
Yunani juga memperlihatkan suatu rasionalitas tertentu. Menurut mereka, bahasa
Yunani cocok untuk mengekspresikan pikiran-pikiran dengan seksama dan jelas.
Bahasa Yunani cocok untuk mrngungkapkan pikiran-pikiran yang abstrak.
e.
Sejarah filsafat Yunani
Apabila kita memandang pemikiran Yunani, kita tidak
meninjau reruntuhan yang sudah lama ditinggalkan, melainkan kita menghadapi
unsur-unsur yang sebagian besar menjadi batu bangunan untuk kultur modern.
Maksudnya, sebagai contoh yaitu jika kita menuntut jalan pikiran yang logis,
yang kita lakukan adalah meneruskan tradisi yang kita warisi dari orang Yunani.
Banyak kategori atau cara pemikiran yang kita pakai dengan tidak disadari bahwa
semua itu berasal dari kebudayaan Yunani. Setidaknya, orang Yunani memberi
sumbangan besar bagi perkembangannya.
Mempelajari filsafat Yunani berarti menyaksikan
kelahiran filsafat. Oleh sebab itu sebenarnya tidak ada pengantar filsafat yang
lebih ideal dari pada studi mengenai pertumbuhan pemikiran filsafat di negeri
Yunani. Pada umumnya filsafat Yunani membahas masalah-masalah filsafat yang hal
itu masih saja dipersoalkan sampai hari ini. Tema-tema filsafat Yunani, seperti
ada, menjadi, substansi, ruang, waktu, kebenaran, jiwa, pengenalan, Tuhan,
dunia, merupakan tema-tema yang juga bagi sejarah filsafat lainnya. Dan
filsafat sekarang juga masih tetap
bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama dengan awal kelahiran
filsafat sebelumnya.
Begitu banyak pendapat-pendapat yang diluncurkan dalam
hal perdebatan tentang kemunculan filsafat atau filsafat Yunani kuno sendiri.
Ketidakpastian begitu besar dan membingungkan. Tidak semua filsuf terdahulu
meninggalkan pikiran-pikirannya dalam bentuk tulisan, walau sebarispun (Thales,
Pythagoras, Sokrates). Untuk dapat mengetahui pemikiran-pemikiran mereka, kita
hanya bisa percaya pada kesaksian-kesaksian orang lain yang membicarakan ajaran
mereka. Adapun filsuf yang menuliskan karangan-karangannya, tetapi kebanyakan
tulisan itu sudah hilang. Bagaimanapun, akhirnya kita hanya bisa puas dengan
beberapa fragmen yang dikutip oleh pengarang lain. Namun, seorang sarjana
Jerman akhirnya mampu meringankan tugas sejarawan dalam bidang filsafat Yunani.
Ia adalah Hermann Diels (1848-1299). Ia mengumpulkan semua fragmen tentang
filsuf-filsuf pra-sokratik dan mempelajari secara kritis semua kesaksian yang
ditemuinya pada pengarang-pengarang kuno tentang ajaran filsuf-filsuf Yunani.
Adapun sumber filsuf Yunani yang terbesar adalah Plato,
Aristoteles, dan Plotinos. Semua karya yang ditulis oleh Plato dan Plotinus
masih kita miliki secara lengkap dan utuh. Sedangkan dari Aristoteles kita
tidak lagi mempunyai beberapa karya yang diterbitkan pada masa mudanya, tetapi
karya-karya filsafat yang paling penting semuanya tersimpan dengan baik.
- Filsuf-Filsuf
Pra-Sokratik
Periode Yunani
Kuno juga disebut sebagai periode filsafat alam. Alasanny adalah karena pada periode
ini ditandai dengan
munculnya beberapa ahli pikir alam, dimana arah dan perhatian pemikirannya
tertuju kepada apa yang diamati disekitarnya. Mereka banyak membuat pernyataan-pernyataan
tentang gejala alam yang bersifat filsafati (berdasarkan akal pikir) dan tidak
hanya berdasarkan pada mitos. Mereka berusaha mencari asas yang pertama
dari alam semesta yang sifatnya mutlak, yang berada di belakang segala sesuatu
yang berubah.
Para pemikir
filsafat yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan
Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Mereka kagum terhadap alam yang
oleh nuansa dan ritual dan berusaha mencari jawaban atas apa yang ada di
belakang semua materi itu. Adapun filsuf-filsuf pada masa Pra-Sokratik tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Thales
(625-545 SM)
Thales adalah seorang filsuf yang berasal dari
Miletos, sebuah tempat di Asia Kecil. Thales termasuk filsuf yang mencari arkhe (asas atau prinsip) alam semesta,
dan merupakan yang pertama dari filsuf-filsuf lainnya. Thales mengatakan bahwa
seluruh alam semesta ini berawal dari air dan semuanya kembali lagi menjadi
air. Anggapan tersebut disebutkan karena Ia berasumsi bahwa air mempunyai
berbagai bentuk (cair, beku, uap). Aristoteles mengungkapkan alasan Thales
beranggapan seperti itu adalah mungkin karena Thales berpikir bahwa bahan
makanan semua makhluk memuat zat lembab dan demikian halnya juga dengan benih
pada semua makhluk hidup.
Menurut Thales, bumi terletak di atas air. Hal ini harus dimengerti dalam
hubungan dengan anggapannya bahwa semua berasal dari air. Selain itu Thales
juga mengatakan bahwa “kesemuanya penuh dengan dewa-dewa/Tuhan-Tuhan”. Maksud
dari perkataan tersebut adalah bahwa jagat raya ini berjiwa. Pendapat Thales
tersebut seringkali disebut dengan “hylezoisme” atau teori mengenai materi yang
hidup. Tidak ada kepastian bahwa anggapan-anggapan Thales tersebut dapat
digabungkan dengan teori mengenai “jiwa dunia” dikemudian hari.
2. Anaximandros (640-546 SM)
Anaximandros
merupakan murid Thales. Anaximander berpendapat bahwa benda pembentuk
dunia yang asli adalah apeiron, suatu substansi yang tidak memiliki
batas atau definisi. Ia menjelaskan apeiron sebagai sesuatu yang mengelilingi
segala sesuatu secara tak terbatas dan juga sebagai sesuatu makhluk
dari mana semua langit dan dunia di dalamnya maujud (bumi, udara, api, dan air)
bagaimanapun juga digerakkan oleh substansi yang tak terbatas.
Anaximandros memiliki jasa dalam bidang astronomi dan juga
dalam bidang geografi. Ialah orang pertama yang membuat suatu peta bumi.
Anaximander percaya bahwa bumi bentuknya bulat silinder, kedalamannya sepertiga
dari lebarnya sehingga bumi seperti drum. Menurut Anaximender bumi tidak
ditopang oleh apa-apa, tetapi tetap berada pada jarak yang sama dari semua
benda. Sedangkan mengenai kehidupan, ia berpendapat bahwa semua makhluk hidup
berasal dari air, dan bentuk hidup yang pertama adalah Ikan. Manusia pertama
itu tumbuh dalam perut Ikan.
3. Anaximenes (585-528 SM)
Anaximenes
berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari udara, “seperti jiwa menjamin
kesatuan tubuh kita, demikian pula udara melingkupi segala-galanya. Jiwa
sendiri juga lain dari pada udara saja, yang dipupuk dengan bernafas”. Anaximenes
mengemukakan persamaan antara tubuh manusia dan jagad raya. Udara di alam
semesta, adalah ibarat jiwa yang dipupuk dengan pernapasan di dalam tubuh
manusia. Kemudian hal tersebut menjadi
awal mula hukum fisis pada alam semesta.
Anaximenes mengatakan
bahwa bumi ini seperti meja bundar yang melayang di atas udara. Demikian pula
dengan matahari, bulan dan bintang-bintang. “Laksana sehelai daun”, badan-badan
jagat raya itu tidak terbenam di bawah bumi, sebagaimana yang dipikirkan
Anaximandros, tetapi mengelilingi bumi yang datar. Matahari lenyap pada waktu
malam karena tertutup di belakang bagian-bagian tinggi.
4. Pythagoras (± 572-497 SM)
Pythagoras berpendapat bahwa jiwa tidak dapat
mati, ia berpindah dari satu hewan ke hewan lain dan seterusnya seperti itu.
Tetapi dengan mensucikan dirinya, jiwa dapat selamat dari Reinkarnasi itu. Penemuan
Pythagoras melalui temuan interval-interval (jarak) utama dari berbagai nada
yang diekspresikan dengan perbandingan dengan bilangan-bilangan, Ia menyatakan
bahwa suatu gejala fisis dikusai oleh hukum matematis. Bahkan katanya,
segala-galanya di jagad raya ini adalah berupa bilangan. Setiap bilangan dasar dari 1 sampai 10 mempunyai
kekuatan dan arti sendiri-sendiri. Satu adalah asal mula segala sesuatu
sepuluh, dan sepuluh adalah bilangan sempurna. Bilangan gasal (ganjil) lebih
sempurna daripada bilangan genap dan identik dengan finite (terbatas).
Salah seorang penganut Pythagoras mengatakan bahwa tuhan adalah bilangan tujuh,
jiwa itu bilangan enam, badan itu bilangan empat.
Kemudian mengenai Kosmos, Pythagoras menyatakan untuk pertama
kalinya, bahwa jagad raya bukanlah
Bumi melainkan Hestia (Api), sebagaimana perapian merupakan pusat dari sebuah
rumah. Ia mengatakan pertama kali
bahwa alam semesta itu merupakan satu keseluruhan yang teratur, sesuatu yang
harmonis seperti dalam musik. Keharmonisan tersebut dapat tercapai dengan
menggabungkan hal-hal yang berlawanan, seperti : Terbatas – tak terbatas, ganjil – genap, satu – banyak, laki-laki –
perempuan, diam – gerak, dan lain-lain.
Menurut Pythagoras kearifan yang sesungguhnya hanya dimilki
oleh Tuhan saja, oleh karenanya Ia tidak mau disebut sebagai seorang yang arif
seperti Thales, akan tetapi menyebut dirinya philosopos yaitu pencipta
kearifan. Kemudian istilah inilah yang digunakan menjadi philosofia yang
terjemahan harfiah dalah cinta kearifan atau kebjaksanaan sehingga sampai
sekarang secara etimologis dan singkat sederhana filsafat dapat diartikan
sebagai cinta kearifan atau kebijaksanaan (Love of Wisdom).
5. Xenophanes (570 - ? SM)
Xenophanes
lahir di Kolophon di Asia Kecil, kemudian mengembara ke negeri Yunani dan
menulis syair pada usia 92 tahun. Ia seorang penyair yang bersifat kritis dan
berkenalan dengan pikiran filsafat pada waktu itu. Kritiknya banyak pada bidang
agama yang berbentuk puisi.
Pendapat
Xenophanes yang termuat adalah kritiknya, yaitu membantah adanya
antromorfosisme Tuhan-Tuhan, yaitu Tuhan digambarkan sebagai
(seakan-akan) manusia. Karena manusia selalu memiliki kecenderungan berfikir
dan lain-lainnya. Ia juga membantah bahwa Tuhan bersifat kekal dan tidak
mempunyai permulaan. Ia juga menolak anggapan bahwa Tuhan mempunyai jumlah yang
banyak dan menekankan atas keeasaan Tuhan. Kritik ini ditujukan kepada
anggapan-anggapan lama yang berdasarkan pada mitologi.
6. Heraclitos (535 – 475 SM)
Heraclitos lahir
di Epesus, sebuah kota perantauan di Asia Kecil dan merupakan kawan dari
Pythagoras dan Xenophanes, akan tetapi ia lebih tua. Heraclitos berpendapat bahwa tidak ada yang
kekal di alam. Segala sesuatu tentu mengalami perubahan, jadi segala sesuatu
itu ialah perubahan itu sendiri. Perubahan dilambangkan sebagai sifat api
karena itu dasar segala sesuatu adalah api. Adapun perubahan itu berlaku di
bawah suatu hukum yang disebut logos (logos = pikiran yang benar).
Menurut pendapatnya,
di alam arche terkandung sesuatu yang hidup (seperti roh ) yang disebut sebagai
logos ( akal atau semacam wahyu) . Logos inilah yang menguasai sekaligus
mengendalikan keberadaan segala sesuatu. Hidup manusia akan selamat sesuai
dengan logos, yaitu apabila sesuai dengan akal.
7. Parmenides (540-475 SM)
Parmenides
merupakan warga negara Elea, sebelah selatan Italia. Ia merupakan seorang tokoh
relativisme yang sangat penting dan disebut sebagai filosof pertama dalam
pengertian yang modern. Parmanides berpendapat bahwa “yang ada itu
memanglah ada, dan yang tidak ada itu memanglah tidak ada“. Konsekuensi dari
pernyataan ini adalah bahwa “yang ada” itu: “satu dan tidak terbagi” – “kekal,
tidak mungkin ada perubahan” – “sempurna, tidak bisa ditambah atau diambil
darinya” – “mengisi segala tempat, akibatnya tidak mungkin ada gerak
sebagaimana klaim Heracleitos”.
8. Zeno (± 490-430 SM)
Zeno merupakan
murid setia Parmenides, Ia lahir di Elea dan banyak mempertahankan
argumen-argumen dari Parmenides. Zeno menemukan dialektika yaitu suatu argumentasi yang bertitik tolak dari suatu pengandaian atau hipotesa, dan
dari hipotesa tersebut ditarik suatu kesimpulan. Ia mengatakan bahwa relitas
adalah satu, tidak berubah dan tidak bergerak, dan realitas dipahami dengan
benar oleh nalar bukan indra.
Argumentasi Zeno
ini selama 20 abad lebih
tidak dapat dipecahkan secara logis. Tetapi baru dapat dipecahkan setelah para
ahli matematika membuat pengertian limit dari seri tak terhingga.
9. Melissos (-)
Melissos lahir di
pulau Samos. Ia merupakan panglima yang mengalahkan armada Athena pada tahun
441. Sebenarnya keberadaannya dalam tokoh kefilsafatan Yunani tidak begitu
penting, tetapi tetap perlu dipelajari.
Melissos membela ajaran Parmenides dengan
mengikuti argumen-argumen yang sebelumnya sudah disampaikan oleh Parmenides
sendiri. Melissos menyatakan bahwa “yang ada” itu satu, sehingga apabila Ia
ingin menunjukkan “yang ada” seringkali menyebutkannya dengan “yang satu”. Satu
hal yang membedakannya dengan Parmenides adalah Ia mengatakan bahwa “yang ada”
itu tidak berhingga, baik menurut waktu maupun ruang. Sedangkan Parmenides
menyebutkan bahwa “yang ada” itu bersifat kekal.
10. Empedokles (490-435 SM )
Empedokles lahir di Akragas di pulau Sisilia pada awal abad ke-5. Ia termasuk golongan bangsawan. Ia memiliki banyak peran dalam bidang filsuf,
kedokteran, penyair, ahli pidato politikus, dan seorang yang dipercaya
mempunyai kuasa ajaib. Empedokles dipengaruhi oleh aliran religius yang disebut
Orfisme dan ia juga seorang Pythagorean. Namun pada akhirnya Empedokles lebih
menaruh perhatiannya pada masalah-masalah yang dikemukakan Parmenides. Ia
menulis karyanya dalam bentuk puisi.
Empedocles
mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang disebut dengan menjadi dan hilang.
Perbedaan dalam seluruh keadaan itu tak lain adalah merupakan campuran dan
penggabungan unsur-unsur (rizomata) : air, udara, api, dan tanah. Keempat unsur
tersebut merupakan dasar terakhir dari segala sesuatu. Proses penggabungan
tersebut terpelihara oleh dua kekuatan yang saling bertentangan, yaitu cinta
dan benci. Karena cinta maka pada mulanya keempat unsur tersebut tersusun dalam
keseimbangan, adapun benci, ia adalah yang mencerai beraikan keseimbangan yang
semula itu. Cinta lalu mengambil tindakan dan mengembalikan yang semula.tetapi
dicerai beraikan lagi oleh benci. Pengetahuan tidak lain daripada proses
penggabungan : karena tergabung dengan tanah, kita tahu akan tanah, tergabung
dengan air maka kita tahu akan air.
Dengan demikian,
dalam kejadian di alam semesta ini, unsur cinta dan benci selalu menyertai.
Juga, proses penggabungan dan penceraian tersebut berlaku untuk melahirkan
anak-anak makhluk hidup. Sedangakan manusia terdiri dari empat unsur, yaitu
api, udara, tanah dan air.
11. Anaxagoras (±499-20 SM )
Anaxagoras lahir di
kota Klazomenai di Ionia. Ia merupakan filsuf pertama yang hidup dan berkarya
di Athena. Mulai saat itu Athena memiliki peran penting dalam filsafat Yunani
hingga abad ke-2 SM. Anaxagoras pernah berurusan dengan perkara pengadilan
dengan tuduhan asebeia, yaitu semacam
kedurhakaan dan juga karena simpatinya terhadap bangsa Parsi. Kedurhakaan
tersebut adalah karena Ia menganggap matahari adalah batu yang berpijar-pijar
dan bulan adalah tanah. Dengan kata lain, tuduhannya adalah Anaxagoras telah
menganggap matahari dan bulan semata-mata sebagai benda-benda material, bukan
sebagai dewa-dewa. Namun, berkat pertolongan Perikles, sahabat dan murid
Anaxagoras, ia dilepaskan dan dibantu melarikan diri ke kota Lampsakos pada
Hellespontos, selat sempit yang memisahkan Asia dari Eropa.
Menurutnya,
realitas itu bukanlah satu, tetapi ia terdiri dari banyak unsur dan tidak dapat
dibagi-bagi, yaitu atom. Atom ini sebagai bagian dari materi yang terkecil dari
materi sehingga tidak dapat terlihat dan jumlahnya tidak terhingga. Ia juga
mengatakan di dalam setiap benda terdapat benih-benih. Kita tidak akan mampu
melihat benih-benih yang ada didalam sebuah benda. Kita hanya bisa melihat yang
dominan saja, misalnya emas. Di dalam emas terdapat benih-benih yang berupa
perak, besi, dan tembaga. Tetapi kita hanya bisa melihat warna kuning sebagai
wujud dominannya.
Anaxagros juga
mengemukakan bahwa yang menyebabkan benih-benih menjadi kosmos adalah apa yang
disebut dengan nus. Nus memiliki
arti roh atau rasio, tidak tercampur dengan benih-benih dan terpisah dari semua
benda. Oleh karena ajrannya tentang nus inilah Anaxagoras untuk pertama
kalinya dalam filsafat dikenal adanya perbedaan antara jasmani dan yang rohani.
12. Leukippos & Democritos (460-370 SM)
Leukippos adalah pendasar aliran atomisme. Beberapa membantah
bahwa Leukippos adalah termasuk sebagai tokoh historis. Tetapi Aristoteles dan
Theophrastos menganggap sebaliknya, mereka menganggap bahwa Leukippos adalah
pendiri mazhab atomisme. Aristoteles dan filsuf-filsuf selanjutnya seringkali
menggabungkan nama Leukippos dan Demokritos apabila berkenaan dengan penguraian
ajaran atom. Hampir sulit membedakan antara pemikiran atom dari Leukippos
dengan pemikiran atom dari Demokritos. Hanya saja dapat disimpulkan bahwa garis
besar pemikiran atom tersebut berawal dari Leukippos kemudian dikembangkan oleh
Demokritos.
Demoritos lahir di kota Abdera di pesisir Thrake di Yunani Utara. Ia
banyak menguasai ilmu, diantaranya : kosmologi, matematika, astronomi, logika,
etika, musik, puisi, dan lainnya. Dikarenakan usia Demokritos yang lebih muda
dari Sokrates, Demokritos sebenarnya tidak lagi masuk dalam hitungan filsuf
pra-sokrates. Tetapi karena alasan karya Demokritos yang tidak dapat dipisahkan dari karya
Leukippos, kemudian ajaran Demokritos tidak dipengaruhi oleh filsafat gaya baru
yang berkembang di Athena dalam kalangan Sokrates, maka Demokritos tetap
dikatakan sebagai filsuf pra-sokratik.
Dalam ajarannya,
Demokritos mengatakan bahwa realitas bukanlah satu, tetapi terdiri dari banyak
unsur dan jumlahnya tak terhingga. Unsur-unsur tersebut merupakan bagian materi
yang sangat tidak dapat dibagi-bagi lagi. Unsur tersebut dapat dikatakan
sebagai atom yang berasal dari satu dari yang lain. Demokritos percaya
bahwa alam semesta ini terdiri dari atom-atom yang jumlahnya tak terhingga dan
beraneka ragam. Sebagiannya bulat dan mulus, dan yang lain tak beraturan dan
tak bergigi. Justru karena saling berbeda mereka dapat menyatu menjadi berbagai
bentuk yang berlainan. Namun meskipun jumlah dan bentuk mereka mungkin tak
terbatas, mereka semua kekal, abadi, dan tak terbagi.
Tidak hanya semesta, menurut Demokritos jiwa juga terdiri
dari atom-atom. Menurutnya proses pengenalan manusia tidak lain sebagai hasil
interaksi antar atom itu. Setiap benda mengeluarkan eidola (gambaran-gambaran
kecil yang terdiri dari atom-atom dan berbentuk sama seperti benda itu). Eidola
ini masuk ke dalam panca indra dan disalurkan kedalam jiwa yang juga terdiri
dari atom-atom eidola. Kualitas-kualitas yang manis, panas, dingin dan
sebagainya, semua hanya berkuantitatif belaka. Atom jiwa bersentuhan dengan
atom licin menyebabkan rasa manis, persentuhan dengan atom kesat menimbulkan
rasa pahit sedangkan sentuhan dengan atom berkecepatan tinggi menyebabkan rasa
panas, dan seterusnya, dan sebagainya.