FAKTA-FAKTA LAIN DALAM
KEHIDUPAN
Oleh : Syarifah Zainab
1.
Kesehatan
Fisik dan Mental
Kesehatan
fisik dan mental memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan.
Sebaliknya kebahagiaan juga berpengaruh terhadap kesehatan. Pengaruh kesejahteraan terhadap kesehatan
fisik dapat ditunjukkan dalam hubungannya antara kebahagiaan dan usia yang
panjang, tidak mudah terserang penyakit, dan cepat pulih dari penyakit. Dengan
kesehatan yang baik, jauh dari berbagai penyakit, maka akan lebih mudah
mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan subjektif. Individu akan lebih mudah
berkembang dan melakukan banyak aktivitas dalam mengaktualisasikan dirinya atau
mengembangkan potensi dirinya. Sedangkan penyakit dapat mengurangi makna
kebahagiaan itu sendiri. Ketidakmampuan fisik dalam menjalankan aktivitas akan
mengganggu individu melakukan hal-hal yang disukainya secara lebih luas. Hal
tersebut pada akhirnya berdampak pada kesehatan mental individu, kecemasan dan
depresi misalnya. Dengan ketidakstabilan emosional seperti itu akan sangat
sulit bagi individu untuk memperoleh kebahagiaan, dan pada akhirnya mengganggu
kesejahteraan individu itu sendiri.
Mengobati
orang sakit bisa dilakukan melalui tindakan medis dan juga dengan penanganan
kesejahteraan subjektif (SWB) yang maksimal. Orang yang mengalami masalah
kesehatan juga mengalami kesejahteraan yang rendah. Sebagaimana kebanyakan
orang mengartikan bahwa kesehatan fisik dapat memberikan pengaruh terhadap
kebahagiaan seseorang. Selain itu adaptasi juga berkontribusi terhadap
perbedaan antara evaluasi kesehatan yang dilakukan secara objektif dan
subjektif. Dimana orang-orang dapat beradaptasi pada keadaan sakit dengan cara menyesuaikan
keadaannya. Dengan kata lain bahwa kondisi kesehatan yang secara objektif tetap
dalam kondisi yang sama, sedangkan evaluasi kesehatan yang dilakukan secara
subjektif memungkinkan hasilnya bisa lebih positif sebagaimana orang-orang yang
telah mencoba keluar dari penyakit yang diderita untuk dapat menstabilkan
tingkat SWB. Seperti orang-orang yang tidak melakukan adaptasi pada aspek-aspek
penyakit. Ketika penyakit telah hilang maka hal tersebut menunjukkan suatu
kebahagiaan dalam hidup (Baumgardner & Crothers, 2010).
Hubungan
kesehatan mental dengan kebahagiaan dapat dilihat melalui dua hal, yaitu akibat
yang ditimbulkan oleh penyakit mental berakibat kepada ketidakbahagiaan dan
yang kedua adalah dari kebahagiaan kemudian memberikan efek pada kesehatan
mental yang baik.
2.
Bekerja
dan Menganggur
Bekerja
memiliki pengaruh terhadap kebahagiaan dan kesejahteraan. Hal ini tentu saja
jika dibandingkan dengan individu yang menganggur. Pengangguran memiliki efek
negatif terhadap kesehatan yang kemudian dapat mengakibatkan tingginya resiko
depresi, penyakit fisik, kurang percaya diri, dan pada akhirnya berimbas pada
ketidakbahagiaan. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa ditemukan adanya
ketidakbahagiaan pada individu yang kehilangan pekerjaannya. Studi tersebut
membandingkan tingkat kesehatan individu disaat sebelum dan sesudah seseorang
menjadi pengangguran. Kehilangan pekerjaan juga berpotensi mengakibatkan
terjadinya kesenjangan dalam kehidupan seseorang (Baumgardner & Crothers,
2010).
Individu yang bekerja cenderung lebih bahagia daripada
individu yang menganggur, Terutama jika tujuan yang dicapai merupakan tujuan
yang memiliki nilai tinggi bagi individu. Hal ini disebabkan oleh adanya
stimulasi yang menyenangkan, terpuasnya rasa keingintahuan dan pengembangan
keterampilan, dukungan sosial, serta identitas diri yang didapat dari pekerjaan.
Adapun
hal yang menghubungkan antara pekerjaan dan kebahagiaan adalah adanya kepuasan
kerja yang diperoleh individu, dimana hal tersebut kemudian akan berpengaruh
pula terhadap kepuasan hidupnya. Orang yang bahagia menemukan kepuasan dalam
pekerjaanya, dan sebuah pekerjaan yang memuaskan berkontribusi terhadap
kebahagian seseorang.
Di
lain hal, stress kerja, rasa bosan, dan konflik interpersonal dalam bekerja
merupakan sumber ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan. Dampak dari perasaan yang
kurang stabil tersebut berpengaruh terhadap produktivitas kerja dan kehidupan
individu. Pada kasus lain, orang-orang yang bekerja pada tempat yang tidak
sesuai dengan keinginan misalnya. Dalam hal ini perlu penyesuaian untuk
menerima apa yang sedang dijalankan di masa sekarang. Namun, tetap ada pengaruh
kebahagiaan antara individu yang bekerja dengan individu yang menganggur.
3.
Kecerdasan
dan Pendidikan
Kebahagiaan
dan pendidikan sangat erat kaitannya. Kebahagiaan harus menjadi tujuan pendidikan,
dan pendidikan yang baik harus memberikan kontribusi yang signifikan untuk
kebahagiaan pribadi dan kolektif (Nel Noddings). Orang yang memiliki tingkat
intelektual yang tinggi dengan mudah dapat menghadapi tantangan dan memenuhi
kebutuhan hidup mereka (Baumgardner & Crothers, 2010). Dengan kata lain,
pendidikan memiliki pengaruh terhadap kebahagiaan, ini berkaitan dengan
kemudahan dalam memperoleh pekerjaan yang memuaskan dan penghasilan yang lebih
besar disbanding individu yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
Sebuah
studi dilakukan oleh Argyle (2001) yang menemukan bahwa dengan pendidikan yang
lebih dapat dikaitkan bahwa orang tersebut memiliki tingkat kesejahteraan
subjektif yang lebih tinggi, kesehatan fisik/mental yang lebih baik, meningkatkan
kontrol diri, dan dukungan sosial yang lebih besar dari orang lain. Pada
dasarnya tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap kesehatan melalui
peningkatan kerja dan pendapatan.
Pendidikan
merupakan jalan menuju hidup yang lebih baik. Meskipun hanya berkontribusi
sedikit kepada kebahagiaan, namun beberapa orang menjalankan pendidikan untuk
mengejar kebahagiaan. Dengan pendidikan yang baik maka diharapkan individu
dapat melahirkan ide-ide kreatif yang dapat memberikan jalan keluar bagi
berbagai masalah. Dengan begitu kebahagiaan akan datang dengan sendirinya.
Namun
tidak terdapat korelasi yang signifikan antara kecerdasan dan kebahagiaan. Hubungan
antara kecerdasan dengan kebahagiaan merefleksikan sebuah fakta bahwa ada
perbedaan tipe atau bentuk kecerdasan. Misalnya, konsep kecerdasan emsional
yang didefinisikan sebagai kemampuan dalam menggunakan informasi yang berkaitan
dengan emosional secara efektif, yang ditunjukkan dengan hubungan pengaruh yang
relevan antara kesehatan dengan kebahagiaan.
4.
Agama
Kebahagiaan dalam kaitannya terhadap peningkatan
kualitas beragama memiliki pengaruh yang hanya sedikit. Tetapi peran agama
cukup kuat dalam kaitannya dengan kesehatan fisik. Antara
agama dan kesehatan memiliki manfaat terhadap keberlangsungan hidup yang
relatif lebih lama dan dapat mengurangi penyakit Cardiovascular. Penjelasan
tentang hubungan antara kesehatan, agama, dan spiritualitas dalam suatu
penelitian lebih memfokuskan kepada hal yang masih memungkinkan untuk dapat
ditelaah ulang terutaama peranan agama dalam membentuk emosi positif,
optimisme, dan nilai transendensi sebagai tujuan dalam kehidupan yang lebih
berarti, juga dapat mengenai pembentukan gaya hidup yang sehat dengan nilai
agama dan spiritual (Baumgardner & Crothers, 2010).
Pengamalan keyakinan agama secara signifikan dapat mengurangi
gejala afektif yang negatif dan merupakan cara yang paling efektif untuk
mengatasi kesulitan hidup. Orang Amerika yang memiliki tingkat religiusitas
tinggi memiliki kemungkinan yang kecil untuk terlibat pada penyalahgunaan
narkoba, melakukan kejahatan, bercerai, dan bunuh diri. Dari segi fisik, orang
yang lebih religious memiliki kesehatan yang baik dan biasanya berumur panjang
(Seligman, 2005). Selain itu, semakin baik komitmen religius seseorang maka
semakin baik pula tingkat hubungan dengan lingkungannya karena dengan berbagi
aktivitas keagamaan maka dapat meningkatkan rasa solidaritas kelompok dan memperkuat
ikatan kekeluargaan. Dengan
demikian, relevansi yang paling tampak dari pada fakta-fakta tersebut adalah
bahwa orang-orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan
daripada orang yang tidak religius. Hubungannya adalah banyak agama yang
melarang penggunaan narkotika, kejahatan, dan perselingkuhan, dan sebaliknya
mendorong untuk lebih banyak beramal, menjalankan hidup yang sederhana, dan
bekerja keras. Kemudian, hubungannya yang paling besar adalah rendahnya
depresi, dan kelenturan menghadapi masalah. Agama mengisi manusia dengan
harapan akan masa depan dan menciptakan makna dalam hidup.
5.
Ras,
Etnis, dan Stigma
Pandangan negatif terhadap kelompok minoritas
disuatu tempat berpengaruh terhadap aktualisasi diri individu dari kelompok
minoritas tersebut, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap kebahagiaannya.
Namun, sebenarnya hal tersebut tidak memiliki pengaruh yang cukup besar
terhadap kebahagiaan. Orang-orang minoritas biasanya berkumpul dan membentuk
sebuah kelompok dimana di tempat tersebut orang lain dapat menerima dirinya dan
menemukan kebahagiaannya.
Beberapa
bukti menyatakan bahwa perbedaan antara ras mengalami penurunan dalam beberapa
dekade terakhir. Ini terjadi karena pendapatan, pekerjaan dan status pekerja dapat
terkendali sehingga perbedaan tersebut kian mengecil. Hal ini diakibatkan oleh
adanya persamaan derajat dalam kesempatan dunia kerja. Dengan kata lain bahwa
keberadaan ras memiliki sedikit pengaruh terhadap kesejahteraan subjektif,
namun demikian tingkat kualitas ekonomi yang berkorelasi dengan ras memiliki
dampak terhadap kebahagiaan (Baumgardner & Crothers, 2010).
Stigma
dalam hubugannya dengan kebahagiaan dapat dijelaskan melalui kasus-kasus
prasangka terhadap etnis misalnya. Prasangka biasanya berakibat pada sebuah
konflik. Dengan alasan tersebut maka stigma sedikit tidaknya memiliki pengaruh
terhadap kesejahteraan dan kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar